Evolusi Rokok-ku

[Disclaimer: Posting-an ini mungkin akan mem-buat orang-orang anti rokok se-dunia protes dan marah. Ini bukan IKLAN rokok merek ter-tentu, tidak sama sekali, juga bukan kampanye penyesatan umat untuk me-rokok. Ini hanya cerita tentang-ku saja 8) . Oh, iya, postingan ini juga panjang, dan ber-isi beberapa gambar, jadi buat yang fakir benwit siap-siap buat mengutuk]

Ber-awal sekitar 16 tahun yang lalu, aku besar di-tengah ke-disiplin-an yang di-terap-kan oleh Papa dan Mama, dan ter-jepit di-antara tuntut-an lingkungan-ku yang emang mem-buat-ku harus ber-main-main dengan hal-hal yang tidak biasa. Dan dengan rasa-nya yang emang sangat nikmat, rokok dulu adalah salah satu cara bagi-ku untuk menunjuk-kan eksistensi-ku di-tengah-tengah per-gaul-an-ku. Nah di-sini aku nggak bakal-an cerita tentang per-gaul-an-ku, tapi akan menunjuk-kan evolusi rokok-rokok-ku sejak dari awal, pertama kali aku merokok sampai sekarang. Ter-inspirasi dari per-tanya-an si Gun di-sini.

Di-mulai dengan coba-coba me-rokok Djarum Super, yang adalah rokok “nggak ada lo, nggak rame” di-antara teman-teman-ku masa itu. Bisa di-kata-kan kalau rokok Djarum Super ini adalah rokok ke-besar-an buat kami dengan rasa-nya yang kalau di-isap seperti mijit-mijit tenggorokan, nikmat, dan memiliki pamor ter-sendiri, belum lagi kalau udah santing-santing-an maka ke-nikmat-an-nya makin terasa. Kalau nggak salah dulu harga se-bungkus-nya Rp. 1.400, dan ketengan-nya Rp.50/batang. Biasa-nya sih kami urun-an buat beli kaleng-an yang jumlah-nya lebih banyak dan lebih meng-untung-kan ke-timbang beli yang per bungkus. Aku ngerokok ini kurang lebih selama 1½ tahun.

Se-iring waktu aku pun mulai ber-alih ke rokok yang kata-nya brand luar negeri sono, yaitu Lucky Strike kemasan soft atau kemasan kotak, sama aja dengan harga Rp.1500/bungkus. Selain karena emang pengen nge-rasa-in yang nama-nya “rokok putih“, juga karena dulu itu Lucky Strike sering banget ngeluarin kemasan yang limited edition, dan juga film Lucky Luke lagi rame-rame-nya di-putar di TVRI (nggak ada hubungan-nya sih 😛 ), maka ngerasa matching aja buat nge-rokok Lucky Strike ini, belum lagi dengan rasa-nya yang sepet-sepet gitu. Kalau yang ini aku ngerokok sekitar 1 tahun aja, karena ngerasa nggak pas aja, nggak tahu kenapa dan coba ganti dengan rokok lain.

Akhir-nya aku jatuh cinta dengan Cigarillos yang pertama kali aku coba setelah di-tawar-in teman-ku yang baru pulang dari Batam, dan ke-betul-an available di supermarket di kota-ku dengan harga Rp. 2000/bungkus. Wah, ini pengalaman yang sangat menyenang-kan buat-ku, rasa-nya yang emang benar-benar wah karena emang di-linting dari tembakau asli, belum lagi kemasan-nya yang elegan plus bentuk-nya yang adalah cerutu mini. Perasaan benar-benar jadi mafia kaya di film-film-nya tentang zaman ke-emas-an Al Capone. Aku merokok Cigarillos ini sekitar 2 tahun-an, dan kalau saja waktu itu rokok ini tidak ber-henti di-distribusi-kan di kota-ku, mungkin aku masih akan tetap merokok rokok ini sampai sekarang.

Sebaik Cigarillos hilang dari peredaran di kota-ku, aku memutus-kan untuk kembali lagi ke “rokok putih” dan aku memilih Marlboro sebagai rokok-ku yang waktu itu masih ber-harga Rp.1900/bungkus. Taste-nya emang khas, terutama tembakau-nya yang emang tembakau pilihan, bahkan aku sampai bisa mem-beda-kan yang mana Marlboro ber-lisensi Indonesia, dengan yang emang keluar-an dari luar. Cukup lama juga aku merokok Marlboro ini, sekitar 3 tahun-an, dan akhir-nya memutus-kan untuk ber-henti setelah ter-jadi-nya gejala akan ada-nya krisis moneter di Indonesia persis sebelum lengser-nya Pak Lik Soeharto yang bikin harga Marlboro men-jadi sangat mahal untuk ukuran kantong-ku saat itu, sekitar Rp.3000/bungkus-nya.

Beralih dari Marlboro, aku kemudian men-coba-coba Gudang Garam Filter International ketengan, karena nggak mudah untuk ber-pindah ke rokok merek lain setelah Marlboro, dan buat lidah-ku hanya Gudang Garam Filter International ini yang cocok. Berawal dari ketengan, maka akhir-nya aku mulai merokok rokok ini bahkan aku merasa aku udah nggak bisa lagi pindah ke lain rokok. Paduan kretek filter, cengkeh dan tembakau-nya benar-benar pas, asap-nya tebal dan banyak, mem-buat sensasi ter-sendiri bagi-ku, dan bisa di-kata-kan kalau rokok kretek filter ini adalah rokok terlama bagi-ku. Sekitar 5½ tahun aku merokok ini, mulai dari harga-nya yang masih Rp.1800/bungkus sampai dengan harga-nya Rp.5000/bungkus-nya.

Karena satu dan lain hal yang nggak bisa aku jelas-in di-sini, aku harus meng-henti-kan ke-biasa-an-ku untuk nge-rokok Gudang Garam Filter International, dan bagi-ku satu-satu-nya opsi yang nggak kalah nikmat-nya adalah Gudang Garam Surya 16, dan ini adalah rokok-ku sampai hari ini, bahkan ketika aku sedang menulis-kan postingan ini. Dan aku sangat menikmati-nya, rasa-nya yang emang nikmat, setiap tarikan-nya mem-beri-kan-ku ke-nikmat-an yang emang aku ingin-kan. Harga-nya juga normal dengan jumlah yang banyak dan ukuran-nya yang panjang bahkan kalau di-banding-kan dengan rokok-rokok mild yang banyak ber-edar di pasar-an, rokok ini lebih lama habis-nya, rokok mild udah habis 2 batang, rokok ini masih 1 batang.

Nah, setelah Gudang Garam Surya 16 ini, entah kapan bisa ke-sampai-an, aku udah memulai-nya dari kemarin-kemarin sampai sekarang, niat-ku selanjut-nya adalah…….

Berhenti Merokok!!! 👿