Refleksi Dari Sang Mentor

Om Brur-Jam Session Ber-diskusi di-hari Minggu yang cerah ini di-temani se-cangkir kopi dan rokok sudah pasti dengan salah seorang yang sudah ku-anggap mentor-ku selama ini, yang kerap aku panggil Oom Broer di studio musik milik-nya, seorang musisi tua tapi dengan se-gudang pengalaman dan skill yang edan (sampai sekarang dia masih di-sponsori sama Yamaha Music lho). Aku men-dapat-kan refleksi, sesuatu yang aku yakin bisa mem-buat-ku lebih kuat menapaki kehidupan ini. 🙄

Awal-nya sih karena aku mem-pertanya-kan kepada-nya, alasan yang menguatkan-nya meng-hadapi ke-kalutan demi ke-kalutan yang di-alami-nya selama hidup.

Dia tidak men-jawab apa-apa, tapi malah mengambil sebuah buku tua yang berisi catatan-catatan-nya

Solidaritas, Apa Harus Tunggu Bencana?

AksiSlankSCTVHampir tengah malam, malam mingguan kemarin, pas lagi nuker-nuker channel TV (ritual yang aku lakukan kalau pas lagi benar-benar ndak ada kerjaan) dengan acara-nya yang banyak-an ndak jelas, aku mampir di SCTV yang lagi nayangin launching album Pandangan Pertama Slank. Tapi bukan hanya karena ke-besar-an nama Slank aja (aku dulu salah satu penggemar Slank yang fanatik, sekarang sih ndak tahu :mrgreen: ) yang bikin aku berhenti di-situ, tapi ke-betul-an, lagu yang lagi di-maenin pawang Potlot itu judul-nya Solidaritas dari album Slankissme, di-tambah yel-yel dari Kaka dan penonton yang neriakin kata-kata: Aku Cinta Indonesia!. 🙄

Apa harus tunggu bencana ? Baru dunia bisa bersatu !!

Yngwie Malmsteen Legenda Musik Klasik Baru


prologyngwieinaction.jpgYngwie Johan Malmsteen, siapa sih yang gak ngeh dengan nama itu, apalagi buat pencinta musik dan permainan gitar yang memukau. Sebenarnya, dia hanya seorang manusia biasa, sama biasanya dengan kita semua, tapi dengan talenta yang sangat hebat, khususnya maenin gitar dan tidak kalah dengan talenta yang dimiliki oleh Jimi Hendrix, yang ampe saat ini tenar sebagai pelopor permainan gitar modern. Oh ya, ada satu quote yang menarik yang di tempelin di website resmi-nya Yngwie Malmsteen, “The day Jimi Hendrix died, the guitar-playing Malmsteen was born“.

Sedikit flashback ke belakang, dulu waktu belum sama sekali ngeh dengan Yngwie, aku udah cukup sering dengerin lagu-lagu klasik di maenin di televisi, di radio, dan juga di tape recorder tua milik Papa, yang suara-nya udah mulai mendayu-dayu bagai musik melayu karena head-nya udah mulai lemah. Apalagi salah satu nomor dari Johann Sebastian Bach ”Air” From Orchestral Suite No.3 yang merupakan salah satu nomor kesukaan-ku, juga Eine Kleine Nachtmusik -nya Wolfgang Amadeus Mozart, dan beberapa lagu lain-nya (kalau mo denger bisa ke link ini), pokok-nya tiada hari tanpa musik klasik, selain rock ‘n roll dan blues, yang juga musik kegemaran Papa. Heran juga sih kok Papa gak jadi pemusik aja yaks?

Emang ada apa antara Yngwie dengan musik klasik…

Gitar dan Sebuah Lagu Berjudul “…”

Tadi sore, waktu lagi ngebetulin printer orang yang lagi rusak – dengan lantang memaki-maki produsen printernya – karena roll drum printernya ada scratch, karena maksa nyongkel waktu narik kertas yang jammed, karena nganggap printer=sepeda motor, karena…walah OOT *baru nyadar kalau udah gak nyambung ama judul* 😆

playing-guitar-akustik.jpgNah, disitulah aku mendengar dentingan lagu Slank dengan judul “…” (yang penuh dari awal ampe akhir, gitar melulu, cuma diselingi teriakan-teriakan aku ingin damai dan aku ingin damai), dari radio milik Republik Indonesia (radionya sih milik orang itu, siarannya yang milik negara). Gak kerasa aku kebawa ke masa lalu waktu aku masih di bangku sekolah dengan pakaian seragam, waktu pertama sekali aku berniat dengan tulus tanpa embel – embel untuk belajar gitar. 🙂

Sepertinya aku masih ingat, yah, masih ingat dengan jelas…