Kesan-ku Pada Salah Satu Episode Nanny 911

 thumb_nanny911 [PS: Aku tidak ber-maksud untuk ber-psikologi ria karena aku bukan ahli-nya , hanya pengen sharing aja, karena menurut aku ini mungkin ber-guna buat kita]

Ada yang pada pernah nonton “Nanny 911” ? Acara reality show yang di-tayang-in sama salah satu stasiun televisi swasta?. Kebetulan kemarin hari Minggu, aku nonton acara-nya untuk per-tama sekali dan menurut-ku episode yang itu sangat menarik selain karena acara in emang di-tuju-in untuk problem solving keluarga, juga mem-bukti-kan kalau ter-nyata anak kecil sekali-sekali di-biasa-in buat menyelesai-kan masalah-nya sendiri, tanpa turut campur orang tua. Nah lho?

Cerita-nya begini nih…

Berteman Dengan Hati

thumb_temanataufriend Ber-awal dari obrolan ringan dengan my angel, dengan celoteh spontan-nya tentang apa dan bagaimana seharus-nya men-jadi se-orang teman.

Sejak kita kecil, kita sudah di-ajar-kan, belajar, dan yang pasti tahu dengan yang nama-nya teman, kawan, atau lebih dekat lagi yang nama-nya sahabat. Dan aku yakin kita semua pasti memiliki minimal seorang teman, seorang kawan, atau mungkin seorang sahabat yang menjadi tempat kita ber-cerita, hang-out bareng, nge-laku-in hal gokil bareng, ber-amal bareng, de el el. 😉

Nah, sekarang aku mau tanya ke kita semua, ter-masuk ke diri-ku sendiri, aku ber-teman, men-jadi teman, atau memiliki teman dengan apa?

Teman apa Teman???

Aku Juga Nggak Bodoh

thumb_I-Not-Stupid-Too- Sephia Cover Ada yang pernah nonton film “I Not Stupid Too“? yang kalau dalam bahasa Indonesia secara serabut-an di-artikan sebagai Aku Juga Nggak Bodoh. Film keren (menurut-ku) produksi negara Singapura ini benar-benar me-wakil-i apa yang saat ini ter-jadi dalam dunia keluarga dan dunia pen-didik-an yang sering aku lihat dan aku dengar. Bahkan bisa saja men-jadi salah satu alasan-ku untuk mematah-kan pendapat-ku sendiri pada postingan-ku sebelum-nya tentang hilang-nya rasa hormat ter-hadap orang tua 😐

Inti kisah dalam film ini ter-diri dari 3 poin utama yang sering kita jumpai dalam ke-hidup-an kita sekarang, dan meski-pun mungkin ini adalah cerita basbang, tapi aku yakin masih sering ter-jadi, bahkan di dalam keluarga kita sendiri.

Yang bilang kamu bodoh itu siapa?

Pak Lik Soeharto Mati

Pak Lik Soeharto Akhir-nya dia mati. Aku tidak tahu, ber-pikir-pun dia tidak tahu
Se-andai-nya-pun dia tenang dalam mati-nya
Itu karena dia memang ingin mati dan pasrah
Kalau-pun dia tidak tenang dalam mati-nya
Itu karena memang sudah waktu-nya dia harus mati

Ter-serah dia mau atau tidak
Aku lihat terik mentari, semua sedih, tapi mereka juga ter-tawa ter-bahak-bahak dengan muka ber-semu merah
Aku rasa sengat matahari, semua senang dan tertawa, tapi mereka juga menangis sendu dengan mata bengkak me-merah

Yang ter-sisa hanya tangis dan tawa
Tapi ada juga ke-gembira-an, ke-bangga-an sekaligus ke-duka-an
Seperti kata pepatah ber-kata
“Gajah Mati Meninggal-kan Gading, Manusia Mati Meninggal-kan Budi”
Entah dia baik, entah dia buruk, biar hati, rasa dan otak yang ber-putar menebak
Baik bagi mereka, belum tentu baik untuk mereka juga
Buruk untuk mereka, belum tentu buruk bagi mereka juga

Dia pernah dengan gagah-nya naik ke Istana itu
Tapi dia juga pernah dengan menunduk lengser di-amuk mereka
Dia pernah jadi Pahlawan, semua orang ber-lomba menjilat kaki-nya
Dia pernah jadi Pesakitan, semua orang ber-lomba meng-injak-injak-nya
Kita yang memilih, di-maaf-kan atau me-maaf-kan

Akan-kah Kita Seperti Ini, Nanti???

thumb_childrenofmenimages Sore ini, aku lagi ter-paku pada se-buah film keluaran 2006 yang di-putar di HBO, sebuah film tentang hilang-nya sisi ke-manusia-an, dan bukan tidak mungkin hilang-nya sebuah per-adab-an di masa depan oleh karena tingkah manusia sendiri.

Film yang ber-judul “Children of Men[1] secara gamblang meng-gambar-kan hilang-nya moral dan juga penuh dengan warna kelam suram manusia. Di-tambah lagi dengan perjalanan panjang, penuh dengan darah, yang di-jalani oleh se-orang Ibu yang sedang mengandung dan akan me-lahir-kan se-orang bayi setelah 18 tahun tidak satu-pun bayi yang di-lahir-kan, dalam usaha menyelamat-kan sang Ibu dan bayi-nya yang di-kultus-kan sebagai ikon yang bisa menyelamat-kan zaman ter-sebut.

Jadi, ada apa dengan kita nanti ?