Fanörö Tödö Si Lö Aetu

pemakaman Aku tahu, teman-teman pasti bingung dengan judul di-atas 🙂 . Ya, itu memang sebuah kalimat dari bahasa daerah-ku, yang bukan sekedar sebuah kalimat semata.

Hari ini, aku dan keluarga-ku mengatur waktu untuk dapat ber-ziarah ke kuburan Papa dan Mama. Sebuah kebiasaan, atau lebih tepat-nya prosesi tapi bukan ritual, yang selalu kami lakukan tiap tahun, menyambut sebuah hari peringatan di daerah-ku atau lebih tepat buat suku-ku, yaitu Hari Fanörö Tödö Si Lö Aetu. Yang kalau di-arti-kan secara morfologi, itu berarti hari di saat kita “Mengenang Sesuatu Yang Tiada Pernah Berakhir

Aneh memang, apa sih yang tidak akan berakhir di dunia ini yang fana ini, dan apa hubungan-nya hari ini dengan ziarah ke kuburan orang-orang yang kita cintai. Pertanyaan yang sama juga aku aju-kan waktu aku masih belum cukup memahami-nya.

Bukan untuk men-doa-kan mereka, karena mereka sudah mati, kami tidak mengenal istilah men-doa-kan orang yang sudah mati, atau mungkin meminta agar Tuhan menempat-kan mereka di-sisi-Nya, tidak sama sekali. Karena mereka-lah yang akan ber-tanggung jawab dengan apa yang telah mereka lakukan selama hidup. Juga tidak untuk memohon wangsit atau berkah dari leluhur, dan yang terakhir ini malah sangat kami pantang-kan, karena apa-pun yang kita dapat-kan saat ini, hanya-lah karena kasih dari-Nya, bukan karena leluhur kita. 😉

Setelah aku cukup mengerti, aku menarik sebuah kesimpulan, kalau ini ternyata lebih ke sebuah prosesi untuk mengingat-kan kita kalau suatu saat nanti kita juga akan mati. Dan pada saat ini, di-lecut untuk menyerah-kan diri kita sepenuh-nya kepada-Nya, sembari meminta kekuatan dari yang Di-Atas untuk mem-beri-kan kita kebijaksanaan, berkat, dan kasih, selama kita ber-diri di dunia ini, sampai pada akhir-nya tubuh kita mati, dan kita juga akan menjadi seperti mereka, tubuh kita akan ter-bujur kaku di dalam tanah, sampai pada akhir-nya menjadi se-onggok tulang dan tengkorak yang hanya ber-teman ulat-ulat saja. Roh kita akan migrasi ke dalam ruang tunggu, ruang tunggu peng-hakim-an akhir. Menunggu vonis dari sang empunya alam semesta, mem-per-tanggung jawab-kan semua kebaikan dan kesalahan kita. Dan itu berarti kalau sebenar-nya kita masih hidup, hanya tubuh kita saja yang sudah mati. 🙄

Dan setiap kali aku melakukan prosesi ini, semakin aku ter-sadar untuk memikir-kan apa-apa saja yang baik dan apa-apa saja yang buruk yang telah ku-lakukan selama aku masih hidup di dunia, dan semakin meyakinkan-ku kalau hidup itu hanya untuk sementara, dan masih ada kehidupan lain setelah ini, setelah kita menerima keputusan dari-Nya. 🙂

[catatan: gambar di-ambil dari sini]

30 Tanggapan

  1. kontemplasi?
    pertamax?
    :mrgreen:

  2. Wakaka, bales pertamaxxx yaks Plang? :mrgreen:
    Iya neh, sebuah kontemplasi, yang mudah-mudah-an ber-ujung ke ke-sadar-an 😉

  3. Bukan untuk men-doa-kan mereka, karena mereka sudah mati, kami tidak mengenal istilah men-doa-kan orang yang sudah mati, atau mungkin meminta agar Tuhan menempat-kan mereka di-sisi-Nya, tidak sama sekali. Karena mereka-lah yang akan ber-tanggung jawab dengan apa yang telah mereka lakukan selama hidup. Juga tidak untuk memohon wangsit atau berkah dari leluhur, dan yang terakhir ini malah sangat kami pantang-kan, karena apa-pun yang kita dapat-kan saat ini, hanya-lah karena kasih dari-Nya, bukan karena leluhur kita

    Persis, seperti itu lah hakekat ziarah kubur … 🙂
    “Kita tidak dibebankan kecuali dari apa2 yang kita kerjakan [sendiri] ” 😀

  4. Menjadi lebih berhati-hati,
    mengingat hari penghakiman, yang maha adil
    Terima kasih paman, sungguh sebuah peringatan 😀

  5. dan di ruang tunggu itu kita bener2 sendirian. ga ada temen ngobrol buat menghabiskan waktu menunggu vonis yang entah-kapan-datangnya.

  6. Memang nggak ada yang abadi di dunia fana ini, Bung Militis, ya? Dan kelak, setiap organ tubuh kita, menurut para ustadz nih, akan bersaksi terhadap semua perbuatan yang pernah kita lakukan selama di dunia.
    *Jadi mrinding nih :mrgreen: *

  7. yang jadi masalah IMO, kenapa kita harus menghadap makam yang hanya diisi orang mati….???

    apa yang bisa kita pelajari dari bangkai…???

    bagaimana caranya orang tersebut bisa sampe masuk kuburan…???

    dan apakah kita siap suatu saat nanti membusuk seperti mereka…

    agak kasar maaf….

    tradisi yang g guna buat sebagian orang, namun bisa membuat sebagian lainnya merasa mual karena emosinya teraduk sedemikian rupa

  8. perlahan kita berjalan ke keabadian tanpa menjadi abadi

  9. Dan itu berarti kalau sebenar-nya kita masih hidup, hanya tubuh kita saja yang sudah mati.

    Ruh kita yang hidup?

    dan di ruang tunggu itu kita bener2 sendirian. ga ada temen ngobrol buat menghabiskan waktu menunggu vonis yang entah-kapan-datangnya

    Eh, kata siapa gk bisa ngobrol-ngobrol? (bukan mau SARA, tapi dalam kepercayaan unda) bisa aja tuh ngobrol-ngobrol ma malaikat kubur, asal banyak amalan aja.

    Konon kalo kita dikit amalan mah bukan ngobrol-ngobrol yang di dapat, siksaan, hiiiii

    Tobat, tobat

  10. @Herianto
    Kurang lebih seperti itu Mas 🙂

    @goop
    Sama-sama Goop, mari ber-benah dari sekarang 😉

    @nieznaniez
    Jika seperti itu? *ter-menung mem-bayang-kan* 🙄

    @Sawali Tuhusetya
    Betul Pak Guru, ini yang seharus-nya menjadi cemeti bagi kita
    Bukan karena kita takut, tapi justru karena kita ingin yang ter-baik

    @celotehsaya hiatus *hoax*

    yang jadi masalah IMO, kenapa kita harus menghadap makam yang hanya diisi orang mati….???

    Untuk tradisi ini, kita tidak meng-hadap ke kuburan-nya bro, lha wong kita juga tidak minta apa-apa kan dari situ. Secara logis, kita datang ke-situ untuk mem-bersih-kan kuburan-nya yang mungkin sudah ditumbuhi semak belukar, bukan-kah dengan bersih akan membuat kita lebih nyaman? 😉 .
    Seandainya-pun kita lanjut-kan dengan ber-doa, kita ber-doa kepada-Nya, bukan kepada yang sudah mati, lha wong yang udah mati aja masih nunggu vonis kan?

    apa yang bisa kita pelajari dari bangkai…???

    Kita tidak mem-pelajari apa-pun dari mereka (bangkai). Justru kita ingin belajar dari diri kita sendiri untuk bisa memahami ke-fana-an kita untuk saat ini, sebelum akhir-nya tiba, dan kita terlambat menyadari kalau kita ter-nyata juga akan menjadi seperti mereka (bangkai).

    bagaimana caranya orang tersebut bisa sampe masuk kuburan…???

    Sudah pasti seperti kita tahu, pasti di-awali dengan mati jasmani. Untuk selanjut-nya aku yakin bro pasti sudah mengetahui-nya 😉

    dan apakah kita siap suatu saat nanti membusuk seperti mereka…

    Bagi-ku aku siap. Karena aku per-caya, apa yang ada pada-ku saat ini hanya-lah tubuh jasmaniah saja. Tidak lebih.

    agak kasar maaf….
    tradisi yang g guna buat sebagian orang, namun bisa membuat sebagian lainnya merasa mual karena emosinya teraduk sedemikian rupa

    Nyantai aja bro. Itu wajar untuk sebuah pe-renung-an, karena aku belum paham dan bro juga belum paham. 😉
    Lebih dari sebuah tradisi, aku melihat kalau ini bukan untuk meng-ingat mereka yang sudah mati, tetapi lebih untuk diri kita sendiri. Dengan begitu kita bisa belajar, untuk meng-hargai, menjaga diri kita, dan me-manfaat-kan kesempatan untuk ber-buat lebih baik selama kita masih bisa ber-nafas. 🙂

    @almascatie
    Sinonimitas yang tepat. Dan jika-pun tidak abadi, bukan berarti kita akan “mati” 🙂

    @anakrimba

    Ruh kita yang hidup?

    Bagi-ku Ya. Bukan-kah kita ini sebenar-nya hanya roh yang di-cipta-kan-Nya, dan di-titip-kan untuk sementara di tubuh jasmaniah kita?
    Dan aku juga bisa memahami seperti apa yang Unda kata-kan, “mudah-mudah-an” dengan semua kebaik-an yang telah kita tanam di dunia fana ini, maka kita akan men-dapat-kan kasih yang lebih besar daripada-Nya

  11. Memang tidak ada yang abadi yach dalam dunia ini. Termasuk tubuh kita hanyalah pinjaman yang dihuni oleh roh kita.

  12. @HANNA
    Yupe, menurut-ku sih emang seperti itu Han, semua-nya ada lahir dan mati-nya.
    Dan tubuh tanpa roh, hanya-lah seonggok daging.

  13. Yup bro, Fanoro Todo Si Lo Aetu, sori ndak ada coret-coret dihurupna…
    yang jelas buad saia ini sebagai fengingadh…
    makasi sangadh!
    *menjura*

  14. @hoek
    Sama-sama bro 😉
    *balas men-jura*

  15. menjura itu ngapain ya?

  16. saya juga sering bingung dengan tradisi adat yang mengunjungi kuburan leluhur yang telah mati. dulu pertama kali (waktu SMA) saya suka protes, kenapa harus ke kuburan, apa yang kita dapat dari situ ?

    tapi makin lama saya juga sadar kalau nilai dan maknanya lebih dari itu. itulah mungkin makna ziarah kubur : memahami kehidupan hanya sementara dan harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya…

  17. bersyukurlah kita karna kita tak kan hidup selamanya..

  18. Ada baiknya juga “mendoakan” yang telah meninggal agar diampuni dosanya oleh Allah dan tiba di Surga. Seperti ketika kita akan bepergian, maka orang tua/orang yang mengasihi kita akan mendoakan kita agar perjalanan kita lancar & tiba di tujuan dengan selamat.

    GBU.

  19. mas EM, bahasa apaan tuh? kayanya bahasa portugis, latin gitu? mas EM turunan luar Indonesia ya? 😀

    wah saya speechless deh….kalo ngomong kematian jadi merinding. gak kebayang kayak apa suasana di alam sana…mengingat banyaknya dosa yang diperbuat apakah sudah diampuni Tuhan atau belum. brrrr….

  20. duhh apa aja yang udah gw lakuin yah dalam hidup??? hmm

  21. nice counter fella…

    *nggak bisa balas apa-apa lagi*

    melangkah gontai menuju gubug yang sudah tak ada*

  22. maap…. artinya apa ya???

  23. ada apa denganmu Mus? kok tiba tiba nulis gini? biat dicap sudah dewasa, gitu?

    *memandang dengan hina*

    :mrgreen:

    *ngumpet dibalik kulkas*

  24. ah menyangkut nyawa rupanya…
    bahasa mana ya ini… espanola kah…?

  25. @mardun
    tanya-ken-apa 😆
    menghargai sesuatu yang perlu di-hargai, mungkin kira-kira seperti itu 😉

    @Pyrrho
    Yah, makna itu juga-lah yang aku tangkap dan pahami.
    Dan ini meng-giring-ku ke sebuah kesadaran 🙂

    @brainstorm
    Suatu ungkapan yang cukup tepat itu bro, thx 🙂

    @Emanuel Setio Dewo
    Maaf mas, mungkin aku tidak setuju dengan mendoakan mereka, karena bagaimana-pun hubungan kita dengan yang sudah mati itu sudah di-putus-kan sama sekali oleh darah-Nya. 🙂

    @yonna
    wakaka, aku orang indonesia aseli lho :mrgreen:
    dan yah…kematian akan selalu bikin kita merinding, tapi mudah-mudah-an tidak membuat kita takut akan kematian yaks 🙂

    @celo sudah mati kawand
    walah celo 😯 ?
    kenapa? ada apa dengan rumah-mu? ke-delete? *ikutan sedih sekaligus bingung*

    @itikkecil
    hayo speed reading yaks? 😈
    udah ada di-atas kok Ra, arti-nya: “Mengenang Sesuatu Yang Tiada Pernah Berakhir“

    @Swiwi™
    *rajam kulkas eh rajam siwi* 😈

    @myresource
    he-e, emang, tapi jelas…tidak menakut-kan, sekedar mengingat-kan 😉
    walah ini bahasa daerah-ku lho…

  26. saya tidak pernah sanggup untuk ziarah.
    sejak tahun 2001 bokap meninggal seingat saya cuma sekali pernah ziarah kekuburannya.

    pikiran saya percuma saja karna orang yang saya cari tidak mau saya anggap masih di sana.
    ketidak mauan memikirkan anggapan bahwa beliau masih di sana mengalahkan rindu saya untuk melihat jejak terakhir dia di dunia.

    semoga Tuhan menempatkan beliau di dekat-Nya agar tak terjamah oleh siksa.

  27. Juga tidak untuk memohon wangsit atau berkah dari leluhur, dan yang terakhir ini malah sangat kami pantang-kan, karena apa-pun yang kita dapat-kan saat ini, hanya-lah karena kasih dari-Nya, bukan karena leluhur kita.

    Saya sendiri belum pernah menyembah mayat. 😆

    ————-

    Tepat. Bagi saya, kuburan adalah sebuah simbol bagi kita sendiri. Suatu saat, kita akan menempati liang kubur itu. Kita akan ditimbun dengan tanah. Apabila beruntung, kita akan didoakan. 🙂

  28. Bisa jadi betul juga ya? Karena tidak ada anak2 yang soleh dan solehah yang selalu mendoakan orangtuanya yang sudah meninggal kecuali orang tuanya sebelumnya juga soleh dan solehah. Saya percaya sebab akibat memang.

  29. @bedh
    Aku juga bisa memahami pikiran-nya bro, dan kalau itu emang lebih baik, aku rasa juga tidak ada masalah kan? 😉

    @Mihael “D.B.” Ellinsworth
    Hahaha, Aku pikir juga seperti itu bro. 🙂

    @undercover
    Yah, itu tergantung perspektif kita masing-masing kok bro 😉

  30. waduh, kok komen-nya iverlita baru nongol yaks? 🙄

    @iverlita
    ayo sama-sama kita renung-kan dan belajar menjadi lebih baik 😉

Tinggalkan komentar